The Democratic Socialist Perspective (DSP)’s support for PRD-Papernas and not KPRM-PRD is becoming clearer. I read Stuarts latest reply to me on Friday but I thought I would wait until today in order to see the Green Left article on the PRD split that Stuart assured us was coming and to give the content a chance. I was disappointed that there was no such article in this week’s paper. Instead the only article on Indonesia was one promoting the good work of Papernas in two 300 person strong rallies held in Indonesia.
This is hardly surprising given that Stuarts framework in the name of “not declaring one side ‘revolutionary’ and the other not”, has lead Stuart (and the DSP?) to defacto support PRD-Papernas.
Stuart sets up a straw man of my position and attempts to knock it down by declaring:
“Given that we are not jumping to say this, it follows logically that we will continue our relationship with the PRD. As for the new group, we are not refusing relations, we are testing things out. We are encouraging them to continue sending us their material. We certainly aren't declaring them not revolutionary or anything else James is attempting to imply or push us towards.”
Well Stuart there are actually two PRD’s at the moment and it appears that the DSP is continuing relations with one section but not the other. Why would you continue relations with as you call it the “PRD” meaning PRD Papernas but the best you give to KPRM-PRD is “not refusing relations” and “encouraging them to continue sending us their material.” Accepting their documents just means you haven’t put a blocker on your e-mail, so what? I occasionally read books by Francis Fukiama and get the Zionist organisation Australian Union of Jewish Students (AUJS) to send me material so I can find out what they are thinking but that doesn’t mean I support them.
Stuart claims:
“Of course, the arguments runs that the new group are the *real* PRD because they are the *real* continuors of the revolutionary program of the PRD. The actually existing PRD is not the *real* PRD because it has betrayed its program and tradition.”
Given the split in the PRD the DSP has had 4 options:
1. To support PRD Papernas as the continuation of the revolutionary PRD
2. To support KPRM-PRD as the continuation of the revolutionary PRD
3. To continue political support with both as the continuation of the revolutionary PRD
4. Declare a plague on both your houses and not support either.
Stuart claims that the DSP has gone for option 3 not 1. But then how does Stuart explain that one side the DSP has political relations with while the other side they just are “open to” political relations with. How does Stuart explain that the DSP supported two PRD-Papernas members attending the Latin America Asia Pacific Solidarity Forum and not a single member of KPRM-PRD? Does Stuart see the DSP having a similar relationship with KPRM-PRD as they currently have with PRD-Papernas?
So yet again we await another week to see a Green Left article on the PRD split/expulsion. As Stuart puts it “Of course we are *continuing* to try and study the situation. So maybe we will have something more concrete to say in the future as we attempt to study what is going on in light of finding out from the comrades there on both sides what the arguments and facts (and interpretations of facts, as always occurs) are and what it means on the ground.”
Which would be nice but given neither the internal bulletin of the DSP nor its paper Green Left have provided anything for their comrades to read I doubt seriously if they are studying the issue.
James
3 comments:
The DSP's postion of "non-interferance" whilst taking sides on the PRD split" is fancy words for fence sitters (or middle class politics). Get a dose of real communism
http://www.spartacist.org/bahasa/oldsite/KS_DOP.HTM
1. Revolusi Sosialis Dunia dan Liga Komunis Internasional
(Internasionalis Keempat)
Liga Komunis Internasional (Internasionalis Keempat) merupakan suatu aliran yang bersifat internasionalis, proletar dan revolusioner. Aliran ini bertekad membangun partai-partai Leninis sebagai seksi-seksi nasional dari organisasi internasional yang demokratik-sentralis. Tujuan organisasi adalah untuk memimpin kelas buruh memperoleh kemenangan melalui revolusi sosialis di seluruh dunia.
Hanyalah kaum proletar, melalui perebutan kekuasaan politik dan penghancuran kapitalisme sebagai suatu sistem dunia, mampu meletakkan dasar bagi pembasmian eksploitasi serta memecahkan pertentangan antara pertumbuhan kekuatan produktif perekonomian dunia dan perbatasan-perbatasan negara nasional. Kapitalisme sudah lama hidup lebih lama daripada peranan historis yang progresifnya dalam menciptakan suatu ekonomi industri yang moderen. Untuk mempertahankan kekuasaannya, kelas-kelas kapitalis nasional harus memeras perbedaan rasial, kesukuan dan nasional. Pemecahan ini sudah sangat diintensifkan sejak keruntuhan Uni Soviet. Dengan semakin besarnya saling permusuhan, kekuatan-kekuatan imperialis dan blok-blok yang bersaingan menindas rakyat di negara bekas kolonial dan rakyat di negara yang masih dibawah penjajahan. Mereka harus memiskinkan rakyat dunia, dan secara terus menerus terlibat dalam perang untuk mempertahankan serta pembagian kembali pasar dunia agar supaya dapat menopang tingkat keuntungan yang sedang menurun. Mereka mencoba untuk menghancurkan perjuangan revolusioner dari kaum buruh di mana pun yang bermunculan. Di dalam situasi terjepit dan semakin kritis dalam mempertahankan kekuasaan kelasnya, kelas borjuis tidak akan ragu-ragu untuk menjerumuskan umat manusia ke dalam bencana nuklir atau penindasan kediktatoran yang tingkat keganasannya belum pernah terjadi.
Di lain pihak, kemenangan kaum proletar secara internasional akan menempatkan kelimpahan materi yang tidak terbayangkan sebelumnya, bagi manfaat kebutuhan manusia, meletakkan dasar bagi penghapusan kelas-kelas dan pembasmian ketidaksamaan sosial berdasarkan jenis kelamin serta penghapusan arti sosial dari ras, bangsa dan etnis. Untuk pertama kali ummat manusia mampu mengendalikan sejarah dan menguasai masyarakat yang diciptakannya sendiri, menghasilkan emansipasi kemampuan manusia yang tidak terimpikan sebelumnya, dan memajukan dinamika peradaban yang sangat besar. Hanya situasi demikian, akan memberi kemungkinan terwujudnya perkembangan yang bebas bagi setiap orang sebagai syarat bagi perkembangan yang bebas bagi semuanya. Sebagaimana dikatakan oleh Isaac Deutscher dalam pidatonya "On Socialist Man" [Mengenai Manusia Sosialis] (1966):
"Kita tidak berpendapat bahwa sosialisme akan bisa mengatasi semua kesulitan umat manusia. Kami sedang berjuang dalam tahap paling awal melawan kesulitan yang diciptakan oleh manusia dan yang bisa diselesaikan oleh manusia. Sebaiknya saya segarkan kembali ingatan anda bahwa Trotsky, misalnya, menyebut tiga tragedi--kelaparan, seks dan kematian--yang menimpa manusia. Kelaparan merupakan musuh yang Marxisme dan gerakan buruh moderen menghadapi.... Ya, manusia sosialis masih akan dikejar oleh seks dan kematian; akan tetapi kita yakin bahwa ia akan mampu menghadapi persoalan ini secara lebih baik dari pada yang akan kita hadapi" [diterjemahkan dari teks bahasa Inggris].
2. Krisis Kepemimpinan Kaum Proletar
Keberhasilan atau kegagalan kelas buruh dalam mencapai kemenangan tergantung kepada organisasi dan kesadaran massa yang sedang berjuang yaitu pada kepemimpinan yang revolusioner. Partai revolusioner merupakan senjata yang mutlak diperlukan bagi kemenangan kelas buruh.
Kelas penguasa memiliki kekuasaan monopoli alat-alat kekerasan, aparat-aparat politik dan birokrat mereka yang dominan, koneksi dan kekayaan mereka yang besar, dan mengawasi pendidikan, media massa dan lembaga yang lain dalam masyarakat kapitalis. Menghadapi kekuatan yang demikian itu, suatu negara buruh hanya bisa diciptakan melalui kaum proletar yang sadar penuh akan tugas-tugasnya, terorganisir pelaksanakannya dan bertekad untuk mempertahankan apa yang telah dimenangkannya dalam melawan kekerasan kontrarevolusioner dari kelas penguasa.
Melalui perolehan kesadaran politik tersebut kelas buruh tidak lagi menjadi semata-mata sebuah kelas dalam diri mereka sendiri, dan menjadi sebuah kelas bagi mereka sendiri, sadar akan tugas-tugas historisnya untuk merebut kekuasaan negara dan melakukan reorganisasi masyarakat. Kesadaran demikian tidak timbul secara spontan dari perjuangan kelas sehari-hari dari kaum buruh; hal itu haruslah dibawa ke dalam kelas buruh oleh partai revolusioner. Dengan demikian, hal itu merupakan tugas partai revolusioner untuk menempa kaum proletar menjadi kekuatan politik yang memadai dengan menanamkan kesadaran akan keadaan yang sesungguhnya, mengajar pelajaran-pelajaran sejarah perjuangan kelas, diperkeras dalam perjuangan-perjuangan yang semakin mendalam, menghancurkan ilusinya, memperkeras tekad revolusioner dan percaya diri, dan mengorganisir penumbangan semua kekuatan yang menghalangi perebutan kekuasaan. Kelas buruh yang sadar merupakan kekuatan yang sangat menentukan dalam sejarah.
Sifat yang mutlak diperlukan dalam menjalankan tugas untuk menempa partai pelopor dan menajamkan program revolusionernya sebagai persiapan bagi krisis-krisis revolusioner yang tak terhindarkan telah ditekankan dalam masa imperialis. Sebagai dituliskan Trotsky dalam The Third International After Lenin [Internasional Ketiga Setelah Lenin] (1928):
"Karakter revolusioner jaman ini tidaklah terletak dalam pada peluang pencapaian revolusi, yaitu, perebutan kekuasaan senantiasa dan menerus. Karakter revolusioner itu terdiri dari fluktuasi yang dalam dan tajam serta transisi yang mendadak dan acap kali terjadi dari suatu situasi revolusioner dengan serta-merta.... Ini merupakan satu-satunya titik asal darimana mengalir arti yang lengkap mengenai strategi revolusioner yang memiliki perbedaan taktik. Kemudian juga mengalir makna baru partai dan kepemimpinan partai.... [Masa kini] setiap perubahan baru yang tajam dalam situasi politik ke Kiri menempatkan keputusan di tangan partai revolusioner. Kalau ia melewati masa kritis dalam situasi terbalik. Dalam situasi ini, peranan kepemimpinan partai sangatlah luar biasa pentingnya. Kata-kata Lenin yang kurang lebih menyatakan bahwa dua atau tiga hari mampu menentukan nasib revolusi internasional hampir tidak bisa diterima akal pada masa Internasional Kedua. Sebaliknya pada masa kita, kata tersebut sudah terlalu sering lebih ditegaskan, dan dengan pengecualian revolusi Oktober, selalu dipandang dari sisi negatif" [diterjemahkan dari teks bahasa Inggris].
3. Kami Adalah Partai Revolusi Rusia
Revolusi Rusia Oktober 1917 menyemaikan ajaran Marxis mengenai revolusi proletar dari teori menjadi kenyataan, menciptakan suatu masyarakat yang dikuasai oleh buruh melalui kediktatoran proletar. Revolusi proletar yang dipimpin oleh Partai Bolshevik di Rusia tidaklah dilakukan semata-mata untuk Rusia. Bagi orang-orang Marxis revolusioner, Revolusi Rusia dipandang sebagai suatu gebrakan awal dari perjuangan buruh internasional yang diperlukan, melawan kekuasaan kapitalis seluruh dunia. Kaum Bolshevik-nya Lenin menghancurkan rantai kapitalis pada bagian simpul yang terlemah, dengan pengertian bahwa kecuali kalau revolusi proletar diperluas kepada negara-negara kapitalis utama, terutama Jerman, kediktatoran proletar Rusia yang terisolir tak akan dapat bertahan lama.
Beberapa peluang pernah terbuka, namun partai-partai revolusioner di luar Rusia masih sangat muda, yakni terlalu lemah dan belum dewasa secara politis dalam mengejar peluang-peluang tersebut. Di Eropa, terutama di Jerman, Sosial Demokrasi melayani tuan borjuisnya, membantu menstabilkan kembali disiplin kekuasaan mereka dan ikut bergabung dalam melawan Revolusi Oktober. Di tempat lain, di negara-negara dan wilayah-wilayah terbelakang, halangan dan kekuatan ideologis yang utama melawan Bolshevisme adalah nasionalisme.
Tekanan pengepungan dari kaum imperialis, penghancuran kelas buruh Rusia dalam Perang Saudara dan pengisolasian Revolusi Rusia yang berlangsung lama memungkinkan lapisan birokrat yang dipimpin oleh Stalin untuk merebut kekuasaan politik dalam sebuah kontrarevolusi politik pada tahun 1923-24, apa yang disebut Trotsky sebagai "Thermidor Sovyet." Sementara berlandaskan dan memperoleh hak-hak istimewa dari bentuk-bentuk kepemilikan yang bersifat proletar dari negara buruh Soviet yang menurun, komitmen birokrasi Stalinis tidak mengikat ke dalam pembelaan mereka yang tidak bisa ditarik kembali. "Teori" Stalin mengenai "sosialisme di suatu negara," memperlihatkan minat yang terbatas secara nasional dari birokrasi Kremlin, merubah Internasional Komunis dari suatu sarana revolusi dunia menjadi suatu hambatan baru.
"Sosialisme di suatu negara" dari Stalin merupakan penolakan terhadap prinsip-prinsip dasar Marxisme. Manifes Partai Komunis (1848) menyimpulkan, "Kaum buruh sedunia, bersatulah!" Revolusi-revolusi pada tahun 1848 menandai pembukaan jaman moderen--kelas borjuis beraksi bersatu dengan kaum reaksioner terhadap kaum proletar yang telah dirasakan sebagai suatu ancaman terhadap kekuasaan kapitalis. Sebagaimana Engels menulis dalam bukunya "Principles of Communism" [Dasar-Dasar Komunisme] (1847):
"Pertanyaan 19: Mungkinkah revolusi ini bisa terjadi hanya di suatu negara saja?
"Jawab: Tidak. Industri besar, dengan diciptakannya pasar dunia, telah demikian menghubungkan semua orang di muka bumi, terutama orang-orang beradab, bahwa setiap bangsa tergantung pada apa yang terjadi pada bangsa lain. Selanjutnya, di semua negara beradab industri besar telah pula menumbangkan perkembangan sosial yang terjadi di semua negara itu, kaum borjuis dan kaum proletar telah menjadi kelas-kelas yang sangat menentukan dalam masyarakat dan perebutan perjuangan di antara mereka adalah perjuangan utama saat ini. Oleh sebab itu revolusi komunis bukan semata-mata bersifat nasional.... Ia merupakan revolusi dunia dan dengan demikian akan mencakup seluruh dunia" [diterjemahkan dari teks bahasa Inggris].
Melawan oportunisme nasionalis Stalin, Oposisi Kiri-nya Trotsky didirikan berdasarkan program Marxis yang asli, yaitu menjiwai Revolusi Bolshevik. Oposisi Kiri berjuang untuk mempertahankan dan memperluas kemenangan Revolusi Rusia yang telah dikhianati namun belum digulingkan. Dalam analisisnya yang membakar tentang degenerasi Revolusi Rusia, birokrasi Stalinis yang bersifat mendua, dan pertentangan yang begitu besar dalam masyarakat Soviet (The Revolution Betrayed [Revolusi yang Dikhianati], 1936) Trotsky dengan tegas mengajukan pilihan: "Akankah birokrasi mengganyang negara buruh atau akankah kelas buruh membersihkan para birokrat?" Peringatan Trotsky yang bersifat meramal ini sangat terbukti benar tetapi secara sengit memiliki arti yang negatif.
Doktrin "sosialisme di suatu negara" yang anti-internasionalis mengakibatkan menggoyangkan yang membawa malapetaka, dari petualangan ekstrim kiri menuju kerjasama kelas. Trotsky mencirikan Stalin sebagai "penggali kubur" [gravedigger] bagi perjuangan revolusioner di luar negeri mulai dari Revolusi Tiongkok kedua dalam tahun 1925-1927 dan Pemogokan Massal di Inggris pada tahun 1926 hingga Jerman, dimana Partai Komunis maupun Sosial Demokrat membiarkan Hitler mengambil tampuk kekuasaan tanpa perlawanan senjata. Dalam konteks pengkhianatan Jerman, disertai kodifikasi lanjut Komintern terhadap secara jelas garis anti-revolusioner dalam membangun front rakyat, yang diketemukan ekspresi terlengkap dari kejahatan Stalin dalam mencekik Revolusi Spanyol, kaum Trotskyis mengorganisir Internasional Keempat yang didirikan pada tahun 1938.
Ekonomi terencana di Uni Soviet (dan negara-negara buruh yang telah cacat secara birokratik yang timbul di tempat lain pada model Stalinis) memperlihatkan keunggulan terhadap anarki kapitalis pada periode pembangunan yang cepat. Tetapi tekanan-tekanan tanpa belas kasihan dalam bentuk pengepungan ekonomi secara terus menerus oleh sistem produksi kapitalis yang masih dominan di seluruh dunia melalui pasar dunia tak dapat diubah tanpa perluasan revolusi internasional. Trotsky menulis dalam The Revolution Betrayed [Revolusi yang Dikhianati]:
"Pertanyaan yang dirumuskan oleh Lenin--Siapa yang akan menang?--adalah sebuah pertanyaan dari korelasi tentang kuat-lemahnya kekuatan-kekuatan antara Uni Soviet dan proletar dunia yang revolusioner di satu sisi, dan di sisi lain modal internasional serta kekuatan-kekuatan yang bermusuhan di dalam Uni [Soviet].... Campur tangan militer merupakan suatu bahaya. Intervensi dalam bentuk barang-barang murah di bagasi kereta api tentara kapitalis akan merupakan bahaya yang jauh lebih dasyat" [diterjemahkan dari teks bahasa Inggris].
Kelemahan organisatoris Internasional Keempat, kurang berakar dalam kaum proletar, dan ketidakmampuan teoritis serta disorientasi (kehilangan arah) setelah Perang Dunia II sangat banyak memberikan kontribusi pemecah-belah politik berlanjut pada program Internasional Keempatnya Trotsky. Pemusnahan sebelumnya para kader Trotskyis di seluruh Eropa dalam tangan represi fasis dan Stalinis--serta pembantaian masal kaum Trotskyis di Vietnam dan pemenjaraan kaum Trotskyis di Tiongkok, negara-negara dimana Oposisi Kiri telah menemukan basis dukungan yang sangat berarti--menghancurkan gerakan para kader yang sangat berpengalaman pada masa yang sangat kritis.
Perluasan kekuasaan Stalinis di Eropa Timur setelah perang merupakan tantangan programatik baru bagi gerakan Trotskyis. Untuk melawan hal itu, "keortodoksan" formal merupakan pembelaan yang tidak memadai. Setelah serangkaian kekalahan dan pengkhianatan yang tiada hentinya, mulai dari Tiongkok (1927) dan Jerman (1933) hingga Perang Saudara Spanyol, serta pembersihan yang kejam oleh Stalin, keberadaan Uni Soviet menjadi gawat. Sesudah Stalin membantai pemimpin-pemimpin tentara Soviet melalui tindakan pembersihan-pembersihan yang kejam segera sebelum permulaan Perang Dunia II, ia melanjutkan melakukan sabotase pembelaan militer Uni Soviet dengan memberikan kepercayaannya pertama kepada Hitler dan kemudian kepada para sekutu yang "demokratis." Walaupun di bawah Stalin, pada akhirnya, Tentara Merah berhasil mengalahkan Hitler.
Namun kemenangan Tentara Merah atas fasisme bahkan sangat memperkuat wewenang Uni Soviet yang secara birokratik telah menurun, suatu kemungkinan yang tidak dapat diramalkan oleh Trotsky. Kaum Stalinis di Eropa Barat muncul dari Perang Dunia II di pimpinan organisasi massa para buruh militan di Itali, Perancis dan tempat lain. Sementara itu, di Eropa Timur yang diduduki Soviet, harta milik kapitalis diambil alih dan suatu ekonomi kolektif dibentuk. Tindakan itu dilakukan melalui suatu revolusi sosial yang dikendalikan secara birokratik, membuahkan negara-negara buruh yang telah cacat yang meniru USSR yang dikuasai oleh kaum Stalinis.
Dipengaruhi sebagian dari Perang Vietnam dan kekacauan yang menghantam Amerika Serikat, termasuk pula perjuangan pembebasan orang kulit hitam, pada akhir tahun 1960-an/awal tahun 70-an melihat serangkaian situasi-situasi prarevolusioner dan revolusioner di Eropa--Perancis 1968, Itali 1969, Portugal 1974-75. Hal-hal tersebut memberikan kesempatan terbaik bagi revolusi proletar di negara-negara kapitalis yang sudah maju sejak setelah berakhirnya Perang Dunia II. Partai-partai Komunis yang mendukung Moskow-lah yang kembali berhasil memulihkan tatanan borjuis yang goyah di wilayah ini. Disini peranan kontrarevolusioner partai-partai Stalinis Barat memberikan sumbangan yang tak terhingga besarnya terhadap penghancuran Uni Soviet di kemudian hari. Pemantapan kembali tatanan borjuis di negara-negara imperialis Barat pada pertengahan tahun 70-an segera diikuti dengan Perang Dingin baru yang dilancarkan terhadap blok Soviet.
Birokrasi Stalinis Soviet--dalam ketidakhadiran proletar sebagai pesaing bagi kekuasaan--cepat atau lambat harus beralih ke "sosialisme pasar." Hal ini, bersama dengan perdamaian terhadap imperialisme Amerika Serikat di Afganistan dan menengahi pemulihan kapitalis di seluruh Eropa Timur, membuka pintu lebar-lebar kepada kontrarevolusi kapitalis di bekas Uni Soviet dalam tahun 1991-92. Kaum proletar, tanpa pemimpin, tidak melakukan perlawanan yang mengakibatkan penghancuran negara buruh.
"Revolusi Iran" tahun 1979 membuka suatu masa naiknya Islam dalam politik di dunia yang berlatar belakang nilai kesejarahan Islam, suatu perkembangan yang memberikan sumbangan terhadap penghancuran Uni Soviet melalui kontrarevolusi dan yang diperkuat oleh peristiwa itu. Perebutan dan konsolidasi kekuasaan di Iran oleh Khomeini merupakan kekalahan seperti halnya dengan penindasan Hitler terhadap kaum proletar Jerman pada tahun 1933, walau dalam skala wilayah yang lebih sempit. Slogan-slogan aliran Spartasis internasional, "Ganyang Shah! Jangan mendukung para Mullah!" dan pusat perhatian kami terhadap masalah perempuan ("Tidak terhadap hijab!") berbeda sekali dengan kaum kiri lainnya, yang tunduk terhadap kaum reaksioner yang dipimpin para Mullah.
Pelestarian kekuasaan proletar terutama tergantung pada kesadaran dan organisasi politik kelas buruh. Setelah pemusnahan fisik sayap revolusioner kaum Bolshevik oleh Stalin, semua kelanjutan dengan tradisi-tradisi Revolusi Oktober secara sistematis dihilangkan dari ingatan kelas buruh. Dalam kesadaran rakyat Soviet, diliputi dengan propaganda Rusia nasionalis yang dikeluarkan oleh Stalin, Perang Dunia II menjadi pengganti Revolusi Oktober sebagai kejadian yang sangat penting dalam sejarah Soviet. Pada akhirnya, Stalin dengan para pewarisnya berhasil menanamkan pandangan nasionalisnya kepada rakyat Soviet; internasionalisme proletar dicemooh sebagai "bidah Trotskyis" yang kabur, hasil dari "mengekspor revolusi" atau secara sinis dikatakan sebagai suatu isi yang telah hampa.
Tercerai-berai dan tanpa kepemimpinan anti-kapitalis, kurangnya kesadaran kelas sosialis yang konsisten dan saling terkait, serta keraguan mengenai kemungkinan perjuangan kelas di negara-negara kapitalis, kelas buruh Soviet tidak mengerahkan dalam perlawanan terhadap kapitalis kontrarevolusi yang sedang mendekat. Dan seperti yang dicatat Trotsky dalam The Third International After Lenin [Internasional Ketiga Setelah Lenin]: "Jika sebuah bala tentara menyerah kepada musuh dalam suatu keadaan yang sangat kritis tanpa suatu pertempuran, maka penyerahan ini betul-betul telah menggantikan suatu `pertarungan yang sangat menentukan' baik dalam politik sebagaimana dalam peperangan" [diterjemahkan dari teks bahasa Inggris].
Suatu analisis tentang krisis kematian Stalinisme diberikan dalam Spartacist No. 45-46, Musim Dingin 1990-1991 dalam dokumen-dokumen yang dibuat oleh Joseph Seymour, "On the Collapse of Stalinist Rule in East Europe" [Pada Runtuhnya Kekuasaan Stalinis di Eropa Timur], dan Albert St. John, "For Marxist Clarity and a Forward Perspective" [Untuk Kejelasan Marxis dan Pandangan Kedepan], dan pamflet Spartasis Agustus 1993, How the Soviet Workers State Was Strangled [Bagaimana Negara Buruh Soviet Dicekik]. Sebagaimana yang dicatat dalam dokumen Seymour:
"Selama perjuangannya yang panjang melawan birokrasi Stalinis, Trotsky memikirkan beberapa cara yang berbeda agar kapitalisme dapat dipulihkan kembali di Uni Soviet.... Trotsky menggunakan ungkapan `memutarkan ke belakang film reformisme' sebagai polemik terhadap orang yang menyebutkan diri kaum kiri dan berpendapat bahwa rejim Stalin sudah merubah USSR menjadi suatu negara borjuis melalui suatu proses yang perlahan-lahan dan organik--Bernsteinisme justru ke belakang.... Pandangan Trotsky bahwa suatu kontrarevolusi kapitalis, dan juga revolusi politik proletar, di Rusia-nya Stalin akan membawa suatu perang saudara merupakan ramalan, bukan merupakan sebuah dogma. Pandangan tersebut berdasarkan perlawanan yang dilakukan oleh kelas buruh, bukan perlawanan yang dilakukan oleh unsur-unsur aparat birokrat yang konservatif. Itulah bagaimana masalah tersebut diajukan dalam The Revolution Betrayed [Revolusi yang Dikhianati].... Unsur yang paling menentukan adalah kesadaran kelas buruh Soviet, yang tidak bersifat statis namun dipengaruhi oleh banyak sekali faktor yang tetap merubah baik dari faktor dalam negeri maupun dari faktor internasional."
Seperti dicatat oleh St. John:
"Tidak seperti ekonomi borjuis yang bersifat anarkis, ekonomi sosialis yang terencana tidak dibangun secara otomatis melainkan dengan penuh kesadaran. Oleh sebab itu [Trotsky] menulis, `Kemajuan kearah sosialisme merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kekuasaan negara yang menghendaki sosialisme atau yang dipaksa untuk menghendakinya' ["The Workers State, Thermidor and Bonapartism" (Negara Buruh, Thermidor dan Bonapartisme), 1935]. Dengan demikian, ia menyimpulkan, tanpa intervensi oleh pelopor proletar yang sadar, kejatuhan regim politik Stalinis akan membawa kehancuran ekonomi berencana dan pemulihan kembali kepemilikan pribadi tidak dapat dielakkan lagi."
"Masalah Rusia" memang sudah merupakan masalah politik yang paling menentukan abad keduapuluh dan merupakan batu ujian bagi kaum revolusioner. Kami kaum Trotskyis tetap tinggal di tempat tugasnya dan berjuang untuk melestarikan serta memperluas kemenangan-kemenangan revolusioner kelas buruh sementara setiap aliran lain di bumi ini menyerah pada tekanan ideologi anti-komunisme imperialis. Pembelaan kami untuk Uni Soviet yang penting dinyatakan dalam perjuangan kami bagi Revolusi Oktober baru di seluruh dunia.
Tanggung jawab terhadap hancurnya Uni Soviet melalui kontrarevolusi juga terdapat pada semua macam reformis dan sentris yang berbaris di belakang para penguasa kapitalis mereka sendiri melawan Uni Soviet. Mereka mendukung setiap gerakan reaksioner mulai dari Solidarnosc Polandia hingga para tukang jagal fundamentalis Islam di Afganistan. Hancurnya kontrarevolusi Soviet dan konsekuensinya di seluruh penjuru dunia juga ikut merusak pada tingkat teoritis dari teori-teori anti-Marxis bahwa birokrasi Stalinis adalah "kapitalis negara" yang mendasari anggapan bahwa kontrarevolusi Soviet hanyalah merupakan suatu pengalihan dari satu bentuk kapitalisme ke bentuk kapitalisme lain.
Naiknya Boris Yeltsin dan kekuatan-kekuatan pemulih kapitalis pada bulan Agustus 1991 merupakan suatu kejadian yang amat penting dalam menentukan nasib Uni Soviet, namun keruntuhan akhir Revolusi Oktober bukan merupakan suatu peristiwa yang tidak dielakkan. Kaum Spartasis menyebarkan lebih dari 100.000 tulisan pada bulan Agustus 1991 di seluruh Uni Soviet dalam bahasa Rusia, "Kaum Buruh Soviet: Hancurkan Kontrarevolusi Yeltsin-Bush!" Di sana ditulis mobilisasi kaum buruh sudah harus membersihkan sampah masyarakat kontrarevolusioner dalam barikade Boris Yeltsin, sehingga membuka jalan bagi revolusi politik proletar. Kami menyerukan untuk melakukan revolusi politik untuk mengalahkan pemulihan kembali kapitalis dan mengembalikan proletar Soviet ke kekuasaan politik. Hanya bagi mereka yang berada di bawah kekuasaan ideologi kapitalis atau memperoleh keuntungan materi yang terlalu cepat menyatakan runtuhnya Uni Soviet pada waktu itu. Tidak adanya perlawanan oleh kelas buruh yang telah dikhianati dan diporak-porandakan selama beberapa dekade oleh kesalahan pemerintahan Stalin dan represi yang kejam merupakan faktor yang menentukan kehancuran negara buruh Soviet.
Pembelaan kami untuk Uni Soviet tidak hanya terbatas pada program kami bagi Uni Soviet: pembelaan militer tanpa syarat melawan imperialisme dan kontrarevolusi dari dalam; bagi revolusi politik proletar untuk mengeluarkan birokrasi dan mengembalikan Uni Soviet ke jalan Lenin dan Trotsky. Dinyatakan pula dalam pembelaan militer kami tanpa syarat bagi Revolusi Vietnam; dalam perlawanan kami terhadap usaha Solidarnosc yang disponsori oleh Wall Street dan Vatikan untuk menggulingkan negara buruh Polandia yang telah cacat; dalam seruan kami untuk "Hidup Tentara Merah di Afganistan--Memperluas kemenangan sosial dari Revolusi Oktober kepada rakyat Afganistan!"; dalam intervensi aktif kami bagi penyatuan kembali Jerman yang revolusioner.
Sejarah berbicara sangat lantang akan keputusan-keputusannya. Naiknya kontrarevolusi di bekas Uni Soviet merupakan suatu kekalahan yang tak ada bandingannya bagi kaum buruh di seluruh dunia, yang dengan sangat meyakinkan merubah susunan politik di planet ini. Tidak lagi ditantang oleh kekuasaan militer Soviet, imperialisme Amerika Serikat telah menyatakan suatu "dunia yang mempunyai hanya satu adikuasa saja," bertindak kasar terhadap rakyat semi-kolonial mulai dari Teluk Persia sampai ke Haiti. Tidak ada lagi pemimpin ekonomi tanpa saingan dari imperialisme dunia, Amerika Serikat masih mempertahankan keuntungan dengan pembunuhan oleh kuasa militernya, walaupun sering kali lebih ingin menutupi terornya di bawah daun naungan "kemanusiaan" Perserikatan Bangsa-Bangsa, "sarang pencuri" (gambaran Lenin terhadap pendahulu Perserikatan Bangsa-Bangsa, Liga Bangsa-Bangsa). Tetapi imperialisme-imperialisme yang bersaingan, terutama Jerman dan Jepang, tidak lagi dikendalikan oleh persatuan anti-Soviet, sedang mengejar dengan cepat keinginan mereka sendiri untuk menguasai pasar dunia dan secara bersamaan melakukan perluasan kekuatan militer mereka. Dalam konflik-konflik antara blok perdagangan regional yang bersaingan sekarang ini, bayang-bayang perang di masa depan semakin tajam. Melawan persaingan antar imperialis semakin tumbuh, kami menegaskan kembali: "Musuh utama ada di dalam negaranya sendiri!"
Menengok kembali ke masa sebelum Perang Dunia I, masa "dunia pasca-Perang Dingin" memberikan banyak kesamaan. Dengan masalah yang menimbulkan konflik antar imperialis yang baru, kami bisa meramalkan bahwa kaum reformis dan sentris masa kini akan bertindak dalam semangat nenek moyang sosial-demokratik mereka pada tanggal 4 Agustus 1914 dalam rangka mendukung para penguasa mereka sendiri di dalam masa perang. Semangat ini benar-benar diperlihatkan dengan dukungan mereka bagi kontrarevolusi di Uni Soviet.
Bersamaan dengan kemelaratan masal di Uni Soviet, saling membunuh antar saudara "pembersihan etnis" berkecamuk di seluruh negara kapitalis baru di Eropa Timur dan negara-negara republik bekas Soviet yang masih lemah. Di wilayah ini kontrarevolusi dimotori oleh ideologi nasionalis daripada perkara modal yang tidak ada. Ideologi tersebut seringkali menyebabkan munculnya kembali antagonisme nasional sebelum Perang Dunia II di negara-negara kapitalis yang berada di wilayah ini. Sebagai akibat kontrarevolusi, ideologi nasionalis kembali merupakan penghalang utama yang harus bisa ditembus oleh kaum revolusioner.
Di Eropa Barat tindakan-tindakan sistem kesejahteraan sosial dikurangi karena kaum borjuis tidak melihat perlunya mencegah "hantu komunisme" dalam memenuhi kebutuhan. Sementara iklim ideologis "matinya komunisme" mempengaruhi kesadaran kaum proletar, di banyak negara di dunia perjuangan kelas yang tajam memberikan dasar obyektif bagi regenerasi Marxisme sebagai teori sosialisme ilmiah dan revolusi proletar. Itu bukanlah komunisme, akan tetapi parodinya, Stalinisme, yang telah terbukti menemui jalan buntu.
Kontrarevolusi yang penuh dengan kemenangan belum saja menghancurkan kaum proletar di negara-negara bekas Uni Soviet dan di negara-negara Eropa Timur baik secara material maupun ideologis; dari seluruh rangkaian di negara-negara (misalnya Itali, Perancis) dimana Partai-partai Komunis mendapatkan kesetiaan lapisan terdepan dari kelas buruh, kaum proletar telah dimanipulasi bahwa "sosialisme telah gagal." Bohong ini dipromosikan oleh birokrasi Stalinis yang pada masa itu sedang menguasai negara buruh yang telah cacat dan membawanya pada penghancuran terhadap negara tersebut. Kremlin dibantu oleh kaum Stalinis di Jerman Timur, memimpin kontrarevolusi di Republik Demokrasi Jerman, tergesa-gesa menyerahkan negara tersebut kepada Reich Keempat. Birokrasi Kremlin di bawah Gorbachev melaksanakan pengkhianatan yang akhir dan kematiannya, dengan menyatakan bahwa sosialisme telah menjadi percobaan utopia tanpa harapan sukses dan menyatakan keunggulan sistem pasar kapitalis. Disintegrasi Partai Komunis Uni Soviet melahirkan gerombolan-gerombolan yang secara terbuka kontrarevolusioner yang dipimpin oleh Boris Yeltsin. Yeltsin bertindak sebagai agen terbuka imperialisme A.S. dalam memulihkan kembali kapitalisme. Karenanya kasta-kasta penguasa Stalinis dan para rekan pemikir mereka di Barat menanggung langsung tanggung jawab atas penghancuran aspirasi sosialis dari lapisan terdepan kaum proletar di Eropa Barat dan di tempat-tempat lain.
Pernyataan Trotsky dalam Program Peralihan tahun 1938 bahwa "Situasi politik dunia dengan keseluruhannya dicirikan oleh krisis bersejarah kepemimpinan proletar" mendahului kemunduran dalam kesadaran kaum proletar saat ini. Kenyataan era pasca-Soviet ini menambah suatu dimensi baru terhadap pengamatan Trotsky. Satu-satunya cara untuk mengatasi kemunduran ini dan agar kelas buruh bisa menjadi sebuah kelas bagi mereka sendiri, yaitu berjuang bagi revolusi sosialis, adalah untuk menempa kembali suatu partai internasional Leninis-Trotskyis sebagai pemimpin kelas buruh. Marxisme harus sekali lagi memenangkan kesetiaan kaum proletar.
Di Tiongkok, ideologi nasionalis yang ekstrim didorong oleh birokrasi Stalinis yang berkuasa merupakan suatu jembatan langsung bagi pemulihan kapitalis. Inti dari kontrarevolusi "reformir-reformir pasar" di Tiongkok merupakan upaya dari birokrasi yang hendak menjadi sekutu dalam mengeksploitasi bersama dengan kekuatan-kekuatan kapitalis dan khususnya kaum kapitalis Tionghoa yang tidak dihancurkan sebagai sebuah kelas (sebagaimana teman imbangan mereka dari Rusia setelah Oktober 1917) namun terus berfungsi di Taiwan, Hongkong, Singapura dan lain-lain. Tiongkok telah membuat "zona ekonomi khusus" sebagai wilayah untuk pengeksploitasian imperialis dan tak menyentuh ekonomi kapitalis Hongkong yang berbalik, sementara tentara dan birokrasi pada umumnya terlibat dalam usaha-usaha bisnis yang besar. Sekarang birokrasi, dimana bagian-bagiannya berusaha untuk menjadi penghisap kapitalis baru, melihat kepada penghancuran industri milik negara secara besar-besaran, dengan demikian mengacarakan untuk membongkar apa yang menjadi sisa-sisa ekonomi terencana dari negara buruh yang telah cacat.
Cara ini tak bisa dilaksanakan tanpa mengganggu perlawanan kelas buruh militan. Birokrasi Stalinis yang berkuasa diperlihatkan di Lapangan Tiannanmen pada tahun 1989--suatu revolusi politik yang baru mulai--baik ketakutannya terhadap kaum proletar maupun maksudnya untuk menggantungkan diri kepada kekuatan perusak tanpa embel-embel "glasnost" ("keterbukaan" politik dari pemimpin Soviet Gorbachev). Pilihan-pilihan bagi Tiongkok adalah revolusi politik proletar atau kontrarevolusi kapitalis. Faktor yang sangat kritis adalah kepemimpinan revolusioner untuk memperkenalkan kembali kesadaran kelas internasionalis yang menjiwai para pendiri Komunis dari Tiongkok pada awal tahun 1920-an. Perjuangan bagi revolusi politik proletar di Tiongkok yang memiliki dampak sangat penting bagi kaum buruh di seluruh dunia. Hasilnya akan berpengaruh besar dalam negara buruh yang telah cacat dan masih tetap ada (Kuba, Vietnam dan Korea Utara) dan juga di negara-negara Asia seperti Indonesia, Korea Selatan, Thailand, Malaysia dan Filipina, dimana suatu proletar muda militan telah muncul sebagai suatu faktor yang sangat kuat.
4. Dasar Teoritis dan Sejarah Liga Komunis Internasional
(Internasionalis Keempat)
Sebagaimana yang digambarkan oleh Trotsky dalam artikelnya yang ditulis pada tahun 1937, "Stalinism and Bolshevism" [Stalinisme dan Bolshevisme]: "Jaman reaksioner seperti yang kami alami tidak hanya menghancurkan dan memperlemah kelas buruh dan pelopornya, melainkan juga memperendah tingkat ideologi umum dari gerakan tersebut dan membuang kembali pemikiran politik jauh ke belakang. Dalam kondisi-kondisi ini, tugas pelopor adalah di atas segala-galanya, agar tidak membiarkan dirinya dibawa mundur ke belakang, ia harus berenang melawan arus" [diterjemahkan dari teks bahasa Inggris]. Dalam era pasca-Soviet ini, dimana Marxisme secara luas disalah artikan dengan Stalinisme, telah dihidupkan kembali segala sesuatu mulai dari pandangan anarkis sampai kepada mistisisme dan idealisme anti-materialis. Karl Marx menjelaskan: "Penderitaan religius pada suatu saat pada saat yang sama merupakan pengungkapan penderitaan yang sesungguhnya serta sebuah protes terhadap penderitaan yang sesungguhnya. Agama merupakan keluh makhluk yang tertekan, hati dari dunia yang tanpa hati, dan jiwa dari kondisi yang tanpa jiwa. Itu merupakan candu bagi manusia. Penghapusan agama sebagai kebahagiaan yang angan-angan dari manusia adalah tuntutan bagi kebahagiaan yang nyata. Menyerukan agar mereka membuang khayalan-khayalan mengenai kondisi mereka seruan agar mereka membuang suatu kondisi yang memerlukan khayalan-khayalan" ("Critique of Hegel's Philosophy of Right" [Kritik atas Filsafat Hukum dari Hegel], (1844) [diterjemahkan dari teks bahasa Inggris]).
Liga Komunis Internasional mendasarkan diri pada materialisme dialektika historis Marxis, dan melanjutkan tradisi-tradisi revolusioner gerakan kelas buruh internasional dicontohkan gerakan Chartist Inggris pada tahun 1840-an dan Partai "Proletar" Polandia (1882-86), partai buruh pertama di kerajaan tsar. Kami berdiri di atas karya kaum revolusionis seperti Marx, Engels, Lenin, Trotsky, Luxemburg dan Liebknecht. Kami menanggapi terutama pengalaman Partai Bolshevik yang mencapai puncaknya pada Revolusi Rusia pada tahun 1917, satu-satunya revolusi yang dilakukan oleh kelas buruh sampai saat ini. Sejarah ini menjelaskan tentang awal kami, apa yang kami usaha bela dan kemana kami mau pergi.
Kami secara khusus berusaha untuk mendorong perspektif-perspektif kelas buruh internasional mengenai Marxisme sebagaimana dikembangkan dalam teori dan praktek oleh V.I. Lenin dan L.D. Trotsky, seperti yang dimasukkan dalam keputusan-keputusan dari empat kongres pertama Internasional Komunis [Komintern] dan oleh "Program Peralihan" tahun 1938 dan dokumen-dokumen penting lain dari Internasional Keempat, misalnya "War and the Fourth International" [Perang dan Internasional Keempat] (1934). Bahan-bahan ini merupakan kodifikasi dokumenter gerakan komunis internasional yang sangat diperlukan, dan merupakan dasar bagi tugas-tugas revolusioner organisasi kami.
Kami kaum komunis mempunyai tujuan untuk merebut kekuatan proletar pada kekuasaan negara dan membangun kembali masyarakat di atas suatu dasar sosialis persamaan martabat yang baru. Pada jaman ini hal mengenai kapitalisme dalam masa pembusukan yang parah ini, kami merupakan pembela-pembela yang paling konsisten Era Pencerahan dan kemenangan revolusi borjuis: kami adalah pejuang-pejuang keras bagi kebebasan demokratik-borjuis--bagi hak untuk memanggul senjata; bagi penghapusan hak-hak istimewa kerajaan dan aristokrat; bagi pemisahan gereja dan negara; melawan pemaksaan unsur fundamentalisme keagamaan sebagai suatu program politik; bagi pembelaan akan kebebasan berbicara dan berkumpul menentang pelanggaran batas negara borjuis; menentang "hukuman" biadab seperti hukuman mati; bagi persamaan di mata hukum untuk kaum wanita dan kaum minoritas.
Kami juga pembela keras hak-hak proletar sebagaimana digambarkan dalam pamflet James Burnham "The People's Front--The New Betrayal" [Front Rakyat--Pengkhianatan Baru] (1937): "Dibawah demokrasi kapitalis, terdapat beberapa macam hak-hak dari golongan ketiga, yang tepatnya bukanlah `hak-hak demokratik' namun lebih ke hak-hak proletar. Ini seperti hak-hak dalam melakukan demonstrasi sebagai barisan penjaga para pemogok, dan mogok dan mengatur melalui perserikatan. Asal-usul dari hak-hak ini dapat diketemukan dalam perjuangan mandiri kaum proletar melawan kaum borjuis dan negara borjuis"
Good luck in struggle.
The local political situation is difficult for me to understand enough to add much.
Anyone interested in the DSP's stance on the split in the PRD in
Indonesia last year can read a report in the Activist available here:
http://kuiper.dsp.org.au/docs/Activist-Vol-18-No-1.pdfwikiwwiki
Post a Comment